Dear everyone,
Terdengarnya cheesy, ya. Its only went to bandung, not bali, or even to china. Well i wish we went to china. someday…. 🙂
Tapi ke bandung kali ini bedaaa… Saya menyebutnya tur arsitektur, 😀
Sound weird? kinda…! Tapi saya sempet ngecek dulu ke internet, tempat-tempat mana yang akan di datangi, biar ga miskoom-miskom amat sama suami. Ohohohoho..
Im not an architect, but my husband is. So dont expect to much, i would explain an architecture in details. I would tell dis story, from wat i seen nor wat an architect would see.
O ya.. sebelumnya, trip ini, harusnya…harusnya, diikuti oleh dua orang lagi, selain saya dan suami. Tapiii… karena waktunya ga pernah, pas, mereka gugur.
Jadi hanya saya dan suami aja yang pergi. So here we goes…
DAY ONE…
21st, november 2010
Berangkat jam 9 pagi dari jakarta, tujuan pertama adalah Mesjid Al-Irsyad, Kota Baru, Parahyangan.
Menuju ke sana sempat nyasar dikit, tapi saya ga ngomel kok, karena itu trip pertama kali dan emang (selalu) buta jalan.
And hir we goes,,
Mesjid Al-Irsyad, mesjid kotak, tidak ada kubahnya, banyak bolongang yang diberi warna putih. Ini mesjid kedua yang saya suka selain mesjid Istiqlal.
Well, saya suka segala sesuatunya simpel dan ga aneh-aneh. dan rumah saya sendiri bentuknya kotak dan putih pula.
Kembali ke mesjid… mesjid ini dibangun seperti di atas bukit dan tepat berada di tengah-tengahnya. Sayang, di sekeliling mesjid itu pohon-pohonnya belum pada rimbun, jadi kebayang kalo siang hari bolong panasnya kaya gimana. Pas saya kesana, sih, emang ga panas, cendereung berangin, tapi cukup silau. Namun daerah bandung sekitarnya kan memang selalu begitu, ga kerasa panas, tapi nyelekit di kulit, dan jeng jong! kulit item.
Focus, dear, focus…
Mesjid itu bentuknya kotak, bener-bener kotak dengan dinding yang bolong-bolong. Kalo bener-bener diperhatiin, bolong-bolong itu ternyata membentuk tulisan arab, tapi arab gundul :D. Pas nanya, ternyata arab gundul itu menerangkan dua kalimat syahadat. Hooo…. canggiiihhh…!!
Meski hanya kotak, buat saya sendiri, mesjid itu megah. Megah dalam artian saya sendiri. Megah karena kanan kirinya ga ada bangunan yang berdempetan.
Kemudian di belakang mesjid itu ada kolam ikannya. Kalo sambil bengong dan duduk di belakang mesjid denger gemericik airnya, enak, deh.
Sekilas kalo ngeliat ke dalam mesjid, gelap. Tapi…, karena dinding mesjid dibuat bolong-bolong, cahaya dari luar, masuk ke dalam. Dan itu keren!!! Kebayang kalo malam, berarti kebalikannya, dan pastinya dramatis. Kapan-kapan mau coba pas solat magrib, akh. Biar tau kerenan mana siang apa malam. Kebayang, sih, kalo malam, pasti cahaya di dalam mesjid, keluar dari dinding roster itu.
Dari luar dan dalam mesjid masing-masing ada ceritanya.
Langit-langitnya dibuat tinggi, dan lampunya banyak. Jumlahnya ada 99, yang menyimbolkan nama Suci Allah SWT atau Asmaul Husna.
Kalo kita berdiri di tengah mesjid, dan menghadap ke arah kiblat, ada bola besar yang berdiri di atas kolam ikan. Kita bisa liat bola besar itu, karena, dindingnya bolong. Di depan dinding bolong itu tempat imamnya ceramah. Silau sih, tapi kalo duduk agak ke belakang, pemandangan itu jadi seperti menuju ke arah satu titik, dan… indah.
Psstt… see de picture dat my husband taken, it’s help.
Dari mesjid, kita menuju tujuan berikutnya, yaitu Hotel Concordia atau Hotel Bumi Sangkuriang. Tadinya mau mampir dulu, untuk makan di warung ayam penyet, tapi perjalanan menuju ke hotel, kami disambut ujan lebat dan kemacetan + banjir yang bikin saya parno (Bandung sekarang langganan banjir lho!). Lagian ga ada tempat parkir juga. Penuh. Ga berniat untuk parkir sembarangan, karena abis ngecek twitter di Bandung ada mobil yang ilang. Ga lucu ya, lagi liburan, mobil ngilang.
Hotel Bumi Sangkuriang/ Hotel Concordia.
Ini Hotel lama. Bangunan lamanya tetap di pertahankan, kemudian, bangunan barunya dibangun tepat disebelahnya. Silahkan cari di google, sejarah bangunan ini, ya.
Jadi inget rumah Oma jaman dulu. Jujur, sih, saya kurang suka dengan bangunan lama. Mungkin karena 17 tahun tinggal di rumah jaman dulu, dan suasananya suka horor. Dats wat i think.
Anyway… Hotel Bumi Sangkuriangnya tadinya hanya ada 6 kamar guest room. Tapi setelah di renov, jadi ada 25 kamar baru. Hotel ini sangat luas banget, ada ball roomnya, taman yang sangaaaattt-sangat luas, 2 lapangan tenis, kolam renang anak-anak, kolam renang dewasa, restoran, dan taman bermain. Ada satu spot yang bisa diliat dari arah restoran, pohon-pohon tinggi yang di bawahnya meja untuk tamu duduk-duduk kalo lagi pada berenang. It is beautifull, but den again, i have a horor imajination, what would it be, when de night came… Sekali lagi, maafff, saya penakut. Ga suka dengan yang tua-tua. Bawaannya horor.
Ngomong-ngomong taman yang luas, tamannya kan deket sama kolam renang. Nah, teman saya cerita, pas wiken, suka ada pengunjung yang piknik di taman itu. Picnic as in picnic. Real picnic, seperti yang ada di film2 hollywood, lucu ya.. Ide picnic-nya oke, tapi berenang di bandung ga oke. Dingin!
Tinggalkan horor dan dinginnya air kolam, sekarang kita ngomongin kamar tidur.
Bangunan hotel ini adalah bangunan yang dilindungi. Ketika masuk ke lobinya untuk pertama kali, seperti kembali ke masa lampau. Beneran deh, hotel ini kuno banget, untuk orang-orang yang hidup di masanya, saya rasa mereka masih bisa merasakan atmosfer jaman dulu. Terbuktilah omongan saya, ada pasangan opa-oma datang. Sepertinya mereka juga menginap dan bernostalgia.
Saya sempet lihat salah satu kamar Guest Room-nya, loh, a.k.a kamar dengan interior Belanda. Ternyata lebih luas daripada kamarnya yang baru. Rekomen kalo bawa anak dan mbak-nya ikut, bisa muat lebih banyak. Tapi, ya…. gitu deh.. i pass.
Awalnya, saya sempet mau ambil kamar kuno-nya, loh. Tapi suami ngingetin, ambil kamar yang biasa aja, daripada, saya liat yang aneh-aneh. Ohohohohoho… Tenanggg.. Saya bukan orang yang bisa ‘melihat’, kok. Hanya kadang aja…
Nah, bangunan yang baru ini, bentuknya pipih dan simpel. Saking simpelnya, saya melihat bangunan ini seperti bangunan mass. Tapi mungkin memang begitu konsepnya. Ternyata, karena bangunan ini dilindungi, di tiap pintu masuk kamar hotel yang baru, ada plang nama-nama orang yang ikut menyumbang. Tapi bentuk kamarnya tetap sama kok, ga dibeda-bedain.
Masuk ke kamarnya, beda 180derajat dengan kamar yang lama. Kamar ini jauh lebih nyaman, dengan interior yang sangat minimalis. Dan saya sangat suka. Pertama kali masuk ke kamar, kita akan disambut dengan kaca superbesar menuju balkon. Silahkan liat di foto. Jauh menerangkan. O ya, despite deir balcony would be nice to hang out with, i think it is scary wen de nite come. Dan akhirnya, saya memilih merokok di kamar mandi ketika malam, drpd harus duduk-duduk di balkon. Ya, kan, kami menginap di hari yang ga rame, tetangga kanan-kirinya ga ada. Cuaca pas kami datang, enak banget, saking enaknya, kami ga perlu menggunakan ac yang ada di kamar. Karena dingin!
Sehabis makan di restaurannya, kita kembali ke kamar. Di NG ada tayangan yang membuat kami berdua terperangah. Kalo suami menikmati acara itu karena berbau arsitektur, sedangkan saya suka dengan lokasi ceritanya. Kami berdua nonton episode National Geographic, The Secret of Parthenon. Acara itu keren. Ternyata di luar negeri sana, pemerintahnya cukup serius untuk merenovasi bangunan bersejarah, karena itu salah satu daya tarik turis. Kalo disini, tau sendiri, kan. Lebih baik tidak usah dibahas.
Sorenya kita lanjut lagi… Namanya juga tur arsitektur, Mesjid; Ridwan Kamil, Hotel; Tan Tjiang Ay. Nah tujuan kita berikutnya, karya dari pak Tan Tik Lam; anaknya. Suami suka sekali di sini. Selalu absen kalo kita ke bandung. Namanya toko cokelat.
Pertama kali datang ke sini, bangunan ini terlihat seperti gereja. Mungkin karena bangunan ini berwarna putih dan dari depan,bagian atas bangunan ini mengecil ke atas. C the picture.
Untuk membedakan area luar dan dalam, kita dibatasi oleh pintu kaca yang besar-besar, suka deh, dengan jendela/pintu besar-besar. Bangunan-bangunan kaya gini memang bisa langsung cocok sama saya. Putih, minimalis, menggunakan kaca super besar. And de best part is, walopun ruangan ini dibedakan dalam atau luar, kita bebas merokok di mana saja. B A H A G I A. Itu yang penting. Seneng deh sama Bandung, Gubenurnya oke (maybe??).
Biar ga pake ac, tetep enak, ga gerah. Kalo dateng pas siang, enak, hening dan sepi. Kalo pas malam, terutama malam minggu, pastinya rame. Dimana-mana, sih, rame. Tapi kalo memang ingin kabur dari rame-nya Bandung, rekomen loh, ke sini.
Menjelang jam 7, kita pindah ke Maja House.
Tenang… ke Maja House, ga segitu minimalis dan dominan putih, kok. Disini lebih berwarna, silahkan cek link ini, ya, untuk lebih jelasnya Maja House itu. Maja House, Function Rooms, Suki, Barbeque, Hotel, Rooftop Bar And Restaurant. Add. Sersan Bajuri 72 bandung ph +62 22 2788196.
Bangunan ini terbagi atas 3 lantai. Untuk mencapai ke lantai 1 kita harus mendaki tangga, agak lebai, tapi sumpah, tangganya tinggi juga tau. Lantai pertama dipakai untuk function hall. Abis itu lanjut lagi naik lagi, baru deh, ketemu dengan restaurannya.
Di tempat ini terbagi 3 lokasi dengan atmosfer yang berbeda. Ya itu, yang keliatan sama saya. Karena di bagian sebelah kiri dari arah tangga naik, ada restauran dengan meja normal, tinggi maksudnya, dan lighting yang cukup terang. Di depan restauran itu ada jembatan yang memisahkan antara restauran tersebut. Kemudian kita bisa liat koridor buat orang berdiri dan meja bar besar. Kayanya di bagian tengah itu, tempat buat clubbing deh. Abisnya, lampunya temaram. Asik-asik tebak buah manggis. Sesudahnya tempat clubbing, kita masuk ke lorong, nah dibagian ini, tempatnya kaya buat ngobrol-ngobrol biasa dan makan cemilan.
Di ruangan ini kebagi dua tempat duduknya. Yang mepet ke tembok, kursi lesehan dengan kasur. Dan di depannya, ada meja pendek dan kursi2 Accupunto. Kalo ada yang suka ke Aksara, pasti pernah liat kursi Accupunto itu kayak gimana. Di ruangan ini, kayanya emang ga di rekomen untuk makan serius deh. Soalnya, makan di meja pendek, bakalan nunduk-nunduk. Kalo makan di kursi kasur, meja yang dipinjemin untuk makan kecil benerrr.. Rebutan wilayah piring. Emang sih, kanan- kiri kasur itu ada meja kayu yang bisa jadi meja sekalian batas antar tetangga. Jadi kalo ke zona itu, memang paling tepat, hanya untuk ngobrol2, minum dan makan cemilan.
Kalo kesini, banyak bangku-bangku yang lucu. Contohnya kursi accupunto, ada kursi goyang berwarna merah plastik harganya 4 juta. Tapi warnanya merahnya emang beneran keren. Dan ada sofa 3seated yang entah vintage beneran ato dibuat vintage. Saya sempet di potret disitu, dan abis saya ada 3cowo yang mencoba memotret dirinya sendiri dari berbagai gaya. Kalah saya…
Saran saya, kalo ke sana, bole pake celana pendek, tapi pake jaket yang agak tebelan ya. Jangan yang tipis, lumayan dingin, soalnya.
Kemudian kami pun kembali ke hotel.
DAY TWO
22nd, november 2010
my husband birthday.
Untuk oleh-oleh, kita ke toko kue Bawean, beli batagor, makan siang ke warung lela, dan terakhir, kita mampir ke Selasar Soenaryo.
Pertama kali kami kemari diajak oleh sahabat saya, 5 tahun yang lalu. Dan sekarang, tahun 2010, kami sudah menikah dengan 1 anak 🙂 Kurang 5 hari lagi, pas banget hari jadian.
Oke, info ini kurang berguna, yaaaaa…..
Apa yang menarik dari Selasar? Lokasi yang agak jauh dari pusat kota, karena letaknya di Dago Pakar, jadinya sepi banget kalo hari biasa, kopinya macem-macem untuk dipesan beserta finger snack yang enak-enak, dan ada beberapa ruangan yang bisa di pakai untuk pameran. Kalo di hari sabtu, tempat cendramatanya buka. Sayang saya ga tau apa yang di jual di sana. Jangan mengharapkan makanan berat kalo kesini, ya. Bisa pake kartu debit, kalo pembelian kita diatas 100ribu. Dulu cash only.
Nama Soenaryo sendiri adalah owner dari bangunan ini. Beliau seniman. Untuk lebih tau beliau siapa, silahkan klik www.soenaryo.com. Arsitek yang membangun gedung ini adalah bapak Baskoro Tedjo. By the way, bapak Soenaryo, salah satu orang yang namanya ada di pintu kamar hotel Concordia. Lay out interiornya udah berubah dari terakhir saya dateng. Terakhir datang tahun 2008. Sekarang ada meja panjang di tengah-tengah cafe, dan agak lebih tertutup atasnya. Jadi kalo ujan, airnya ga masuk. Kalo awal kita ke sana, pas ujan, airnya tampias, dan dingin bener. Karena anginnya bebas hilir mudik. Semua bangkunya dibuat dari kayu. Kokoh banget, dan kursinya ga ada bantalan kursinya. Jadi kalo duduk di sana kelamaan, pantatnya berasa rata. Di deket meja panjang itu, ada pohon besar yang berdiri di tengah cafe tersebut. Kayanya sih, emang di sengaja. Jadi, cafe dan pohon melebur jadi satu.
Untuk pertama kalinya, setelah duduk2 di cafe itu, saya explore liat2 ke sayap bangunan lain. Banyak spot2 menarik untuk di foto dan berfoto-foto tepatnya. Yang paling saya suka, sungai kecil di dekat pintu masuk. Dibuat menarik sama arsitek lanscape-nya. Sebenernya banyak sih, yang bisa diceritain dari Selasar Soenaryo itu sendiri. Tapi dari awal, saya datang ke sini. Saya lebih menikmati suasana cafe yang tenang, kopi dan cemilan yang pas di lidah. Untuk interior-nya, saya juga ga masalah, karena dia ga neko-neko.
Udah deh, dari selasar kita langsung crung kembali ke jakarta. Pulang ke rumah, kami disambut sama si godzila kecil, yang kebetulan terbangun.
Trip yang menyenangkan.
Marieska.